Sejarah Cincin Kawin Sebagai Simbol Pernikahan
Tradisi memberi cincin kawin telah berjalan selama berabad-abad. Dahulu kala, cincin kawin menggunakan rumput yang dianyam, kemungkinan yang pertama dipakai sebagai tanda ikatan perkawinan. Anyaman rumput yang dibentuk melingkar itu, kemudian diikatkan pada pergelangan tangan dan kaki kedua pengantin, sebagai simbol agar mereka tidak bisa melarikan diri. Gelang dari rumput itu kemudian berganti sesuai dengan perubahan zaman, mulai dari kulit, tulang, batu, perak dan emas, sebelum mengenal permata sebagai penghiasnya.
Menurut thehistoryof.net, pada awalnya, cincin pernikahan berasal dari Afrika Utara dimana peradaban Mesir kuno hidup pada masa itu di sepanjang aliran sungai Nil yang subur. Cincin pernikahan pertama kali dibuat dari alang-alang dan rumput teki tahunan yang tumbuh subur di tepi sungai. Rerumputan itu dikepang memutar dan menjadi cincin untuk jari dan gelang untuk tangan.
Cincin dipilih sebagai simbol cinta karena berbentuk lingkaran (tidak ada awal dan akhir) yang berarti keabadian. Lubang di tengah cincin diibaratkan sebagai pintu menuju kehidupan baru. Jika Anda memberikan cincin kepada wanita, berarti Anda “berjanji” bahwa cinta Anda tidak akan berakhir atau abadi.
Tidak heran jika kemudian cincin mulai diasosiasikan dengan cinta. Hal ini mengandung harapan bahwa cinta merupakan perasaan paling berharga yang dapat melambangkan karakteristik lingkaran dan keabadian.
Menggunakan cincin kawin di jari manis pada tangan kanan berasal dari kepercayaan bangsa Yunani Kuno dan Romawi Kuno. Kepercayaan ini meyakini bahwa pembuluh darah jari manis tangan kanan mengalir langsung ke bagian jantung. Pembuluh darah ini dikenal dengan nama vena amoris atau pembuluh darah cinta.
Saat ini, banyak sekali pilihan yang menarik bagi calon pengantin, yang diantanya merupakan perkembangan dari zaman dahulu. Cincin tandan, soliter, dua tangan yang menggenggam hati, ini semua merupakan motif yang menjadi simbol dan komitmen cinta dari cincin pertunangan dan perkawinan.